SOLOPOS.COM - Ilustrasi perceraian. (Gambar: Freepik)

Solopos.com, SEMARANG – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengungkap angka perceraian di Indonesia cenderung meningkat. Bahkan, mayoritas perceraian itu didominasi pasangan muda yang belum genap menikah hingga lima tahun.

Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo, mengatakan penceraian pasangan muda tersebut dipicu masalah keributan berulang akibat pasangan yang toxic atau sifat yang suka menyusahkan dan merugikan orang lain. Adapun angka perceraian meningkat karena dipicu perselisihan dan pertengkaran berkepanjangan.

Promosi Peternak Kambing di Malang Sukses Kembangkan Usaha Berkat Pemberdayaan BRI

“Terakhir data tahun 2022 yang dikeluarkan MA [Mahkamah Agung] 516.344 pasangan muda cerai. Tentunya kami prihatin karena angka perceraian dari waktu ke waktu meningkat,” kata Hasto saat menyampaikan sambutan di peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 di Simpang Lima, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (29/6/2024).

Rinciannya, pada 2015 ada 394.246 perceraian, 2016 ada 401.717 perceraian, 2017 ada 415.510 perceraian dan 2018 ada 444.358 perceraian. Kemudian pada 2019 ada 480.618 perceraian, 2020 ada 501.036 perceraian, 2021 ada 475.933 perceraian dan 2022 ada 516.399 perceraian.

Oleh karena itu, Hasto mengimbau agar pasangan suami istri di Indonesia tidak berperilaku toxic. Tujuannya tak lain untuk mencegah semakin banyak perceraian.

“Melihat latar belakang perceraian karena toxic people, toxic relationship, toxic friendship, yang akhirnya di keluarga menjadi uring-uringan. Orang toxic ketemu orang waras jadi toxic. Orang toxic ketemu orang toxic, jadi super toxic. Sehingga mayoritas perceraian karena perbedaan kecil-kecil berkepanjangan,” jelasnya.

Adapun angka perceraian meningkat karena dipicu perselisihan dan pertengkaran berkepanjangan. Tren data juga menunjukkan perceraian banyak menimpa kelompok usia 20-24 tahun dengan usia pernikahan belum genap lima tahun.

“Biasanya perceraian karena perbedaan kecil-kecil yang berkepanjangan. Oleh karena itu, kami mohon arahan Pak Menko [PMK] agar ke depan menjadi lebih baik,” ujarnya.

Faktor lainnya yang menyebabkan perceraian, yakni salah satu pihak meninggalkan pasangan, faktor ekonomi, dan kekerasan dalam rumah tangga. Sementara terkait maraknya judi online, meski belum ada penelitian, tapi judi berpotensi memengaruhi ketentraman dalam keluarga atau bakal memengaruhi indeks pembangunan keluarga di Indonesia.

“Ditanya, judi online pengaruh indeks pembangunan keluarga tidak? Saya belum meneliti, tapi saya yakin ketentraman dan kebahagiaan terganggu ketika kepala rumah tangganya spekulasi ikut judi online,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya