SOLOPOS.COM - Suasana puluhan warga dan mahasiswa asal Papua saat mendatangi Mapolres Salatiga untuk meminta mediasi dengan investor tambang emas asal Salatiga, Kamis (20/6/2024) sore. (Istimewa)

Solopos.com, SALATIGA – Puluhan warga dan mahasiswa yang berasal dari Papua tiba-tiba mendatangi Mapolres Salatiga, Kamis (20/6/2024).

Kedatangan mereka untuk meminta mediasi dengan investor tambang emas asal Salatiga, yakni Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) Grup yang dinilai merusak hutan adat saat membuka lahan.

Promosi Didukung BRInita, Dasawisma Pisang Palembang Sulap TPS Liar Jadi Urban Farming

Lawyer warga Papua, Alvares Guarino mengatakan perusakan hutan adat tersebut terjadi di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.

Kegiatan pembukaan lahan itu berawal pada Desember 2023 lalu. Dengan investor dari BLN yang menanam modal untuk membuka tambang emas.

Setelah melalui serangkaian survei dan pembicaraan dengan ketua adat, pada 20 Februari 2024 terjadi kerja sama sistem bagi hasil, bukan babat hutan.

“Selain itu ada pembayaran kompensasi setelah dua atau tiga hari sejak perjanjian, namun sampai saat ini, janji tersebut tidak pernah terealisasi,” kata Alvares, Kamis (20/6/2024).

Setiap ada penagihan kompensasi itu, kata Alvares, selalu buntu. Bahkan orang yang dipercaya di lapangan yang bernama nama Supriyono dan Max mengaku hanya menunggu dari bos yang dikatakan berada di Salatiga.

Karena alasan itulah beberapa perwakilan dari warga Sarmi datang ke Salatiga untuk menagih kompensasi dan melakukan mediasi.

“Mereka sudah tiga hari disini menunggu kepastian, kepala suku mempertanyakan hutan yang sudah dibabat tanpa izin. Sekarang banjir dan longsor mengancam tanah mereka,” jelasnya.

Alvares menyebut, warga meminta kejelasan terkait tanah adat tersebut. Pihaknya meminta adanya mediasi di Salatiga dengan investor yakni, Nicholas Nyoto Prasetyo.

“Kalau tidak bisa mediasi disini, silakan datang ke Papua, selesaikan secara adat dan baik-baik. Kita semua mau menentramkan gejolak yang ada, ganti rugi atau bagaimana, diselesaikan,” kata dia.

Perwakilan warga Sarmi Papua, Marten Basaur mengatakan seluruh keluarga di Papua menunggu hasil mediasi di Salatiga.

“Kami berharap ada jalan keluar dari hutan adat yang rusak, kami menunggu sampai ketemu pemilik perusahaan,” ujarnya.

Pihaknya akan mengizinkan pekerjaan tambang emas itu beroperasi setelah adanya legalitas dan membayar kompensasi kerugian dari kerusakan hutan adat.

“Jika mau melanjutkan pekerjaan di Papua, legalitas dan perizinan harus dilengkapi. Jika tidak membayar kompensasi, maka kami minta kembalikan hutan kami, tanam pohon-pohon yang ditebangi dan rusak,” kata Marten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya